DPRD Lampung Desak Penguatan Sistem Pendampingan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak

Bandar Lampung – DPRD Provinsi Lampung menyoroti meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di berbagai daerah. Anggota Komisi V DPRD Lampung, Sasa Chalím, mendesak Pemerintah Provinsi untuk memperkuat sistem pendampingan terpadu bagi korban, baik dari sisi hukum, psikologis, maupun sosial.

Menurut Sasa, banyak kasus kekerasan yang tidak sampai pada proses hukum karena korban enggan melapor atau takut menghadapi tekanan sosial. Ironisnya, sebagian kasus baru terungkap setelah viral di media sosial.

“Korban kekerasan seksual sering mengalami trauma berat, bahkan berisiko tertular infeksi menular seksual (IMS) yang berdampak pada kesehatan reproduksi mereka,” ujar Sasa, Senin (13/10/2025).

Ia menambahkan, apabila pelaku memiliki banyak pasangan, risiko penularan penyakit dan kehamilan tidak diinginkan semakin besar. Kondisi tersebut, kata Sasa, sering menyeret korban pada permasalahan ekonomi, sosial, dan kesehatan yang lebih kompleks.

“Dampak kekerasan itu multidimensi. Karena itu, pendampingan bagi korban harus menyeluruh—mulai dari aspek hukum, medis, hingga pemulihan psikologis. Pemerintah daerah harus hadir dan aktif,” tegasnya.

Politisi yang dikenal vokal memperjuangkan isu perempuan dan anak ini menilai, perlu ada kolaborasi nyata antara DPRD, pemerintah daerah, dan lembaga perlindungan masyarakat untuk memastikan korban benar-benar mendapat keadilan. Komisi V DPRD Lampung, lanjutnya, siap mengawal setiap laporan kekerasan agar tidak berhenti di tengah jalan.

Selain mendorong penguatan kebijakan, Sasa juga mengingatkan pentingnya peran keluarga dan lingkungan terdekat dalam mencegah kekerasan. Menurutnya, sebagian besar kasus justru dilakukan oleh orang yang dikenal korban, bahkan anggota keluarga sendiri.

“Kadang sulit dipercaya, tetapi faktanya pelaku bisa saja paman, ayah tiri, atau orang dekat lainnya. Karena itu, orang tua harus lebih waspada dan tidak mudah mempercayakan anak kepada siapa pun tanpa pengawasan,” ujarnya.

Sasa juga menyoroti potensi kekerasan yang bisa terjadi di lingkungan sekolah. Ia meminta para orang tua untuk tidak langsung menyalahkan anak, tetapi mendengarkan dengan empati serta memastikan pelaku mendapat hukuman sesuai hukum yang berlaku.

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI, sejak 1 Januari hingga 9 Oktober 2025 tercatat 611 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Lampung, dengan total 660 korban. Data dari aplikasi Simfoni-PPA menunjukkan, kasus tersebut tersebar di 15 kabupaten/kota. Kota Bandar Lampung mencatat angka tertinggi dengan 173 kasus, disusul Kabupaten Lampung Selatan (65 kasus), Kota Metro (61 kasus), dan Kabupaten Tulang Bawang Barat (44 kasus).

Sasa Chalím menegaskan, angka tersebut merupakan peringatan serius bagi semua pihak. Ia berharap, penguatan sistem perlindungan korban dapat segera menjadi prioritas Pemprov Lampung, agar tidak ada lagi perempuan dan anak yang menjadi korban tanpa perlindungan dan keadilan.

“Negara tidak boleh kalah oleh pelaku kekerasan. Pemerintah dan DPRD harus berdiri di sisi korban, memastikan mereka pulih, terlindungi, dan mendapatkan keadilan yang layak,” pungkasnya. (Red/Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *