Bandar Lampung – Komisi II DPRD Provinsi Lampung menyatakan dukungan penuh terhadap langkah tegas Kementerian Pertanian (Kementan) yang mencabut izin usaha 2.039 kios pengecer pupuk bersubsidi di berbagai daerah di Indonesia. Pencabutan izin ini dilakukan setelah terbukti banyak kios menjual pupuk di atas harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Salah satu daerah dengan tingkat pelanggaran tertinggi tercatat berasal dari Provinsi Lampung.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi II DPRD Lampung, Fatikhatul Khoiriyah, menilai kebijakan Kementan sudah tepat dan perlu menjadi momentum perbaikan tata kelola distribusi pupuk bersubsidi di daerah.
“Pupuk merupakan kebutuhan vital bagi petani. Jika harganya tidak terjangkau, maka produksi pertanian bisa menurun dan pendapatan petani ikut terdampak. Karena itu, kami mendukung langkah tegas Kementan agar petani tidak dirugikan,” ujar Khoir, Selasa (14/10/2025).
Khoir menegaskan, pihaknya akan memperkuat fungsi pengawasan di lapangan serta mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengawasi distribusi pupuk bersubsidi. Ia meminta agar para agen dan pengecer menjual pupuk sesuai harga resmi yang ditetapkan pemerintah.
“Harga yang tidak sesuai dapat menyebabkan hasil panen tidak maksimal. Pencabutan izin ini juga menjadi peringatan bagi kios lain agar tidak bermain-main dengan aturan,” tegasnya.
Selain mendukung langkah pusat, Komisi II DPRD Lampung juga berencana memanggil Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk melakukan evaluasi dan pendalaman terhadap distribusi pupuk bersubsidi di Lampung.
Khoir menambahkan, pengawasan akan dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan berbagai pihak agar penyaluran pupuk berjalan tepat sasaran.
“Pemerintah harus mengambil langkah cepat dan tegas. Distributor pupuk wajib mematuhi standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku. Kami juga akan turun langsung ke lapangan untuk memastikan distribusi berjalan sesuai mekanisme,” pungkasnya.
Sebagai informasi, pencabutan izin terhadap 2.039 kios pupuk tersebut dilakukan di 285 kabupaten/kota yang tersebar di 28 provinsi di Indonesia. Selain Lampung, wilayah dengan pelanggaran tertinggi antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. (Red/Adv)